Rabu, 29 Desember 2010

KONFLIK DALAM ORGANISASI


PENGERTIAN KONFLIK.
Konflik dan masalah adalah berbeda. Konflik merupakan bagian daripada masalah, ‘Konflik’ berasal dari bahasa Latin ‘Confligo’, yang terdiri dari dua kata, yakni ‘con’, yang berarti bersama-sama dan ‘fligo’, yang berarti pemogokan, penghancuran atau peremukan. Kata ini diserap oleh bahasa Inggris (dalam, Webster, 1974 : 213), menjadi ‘Conflict’ yang berarti a fight, struggle, a controversy, a quarrel, active opposition, hostility (pertarungan, perebutan kekuasaan, persengketaan, perselisihan, perlawanan yang aktif, permusuhan). Casell Concise English Dictionary (1989), mendefinisikan konflik sebagai a fight, a collision; a struggle, a contest; opposotion of interest, opinions or purposes; mental strife, agony. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1976 : 519), kata “konflik” berarti “pertentangan” atau “percekcokan”. Konflik atau pertentangan bisa terjadi pada diri seseorang (konflik internal) ataupun di dalam kalangan yang lebih luas. Dalam organisasi istilahnya menjadi “konflik organisasi” (organizational conflict).
Para ahli memberikan definisi yang berbeda tentang konflik organisasi, sesuai dengan sudut tinjauan masing-masing. Berikut beberapa definisi konflik :

1. Sebagai Proses, Robbins (1994 : 451) menyebut konflik as a process in which an effort is purposely made by A to offset the efforts of B by some form of blocking that will result in frustrating B in attaining his or her goals or furthering his or her interests.
2. Sebagai Pertentangan, pengertian DuBrin (1984 : 346), mengacu pada pertentangan antar individu, kelompok atau organisasi yang dapat meningkatkan ketegangan sebagai akibat yang saling menghalangi dalam pencapaian tujuan.
3. Sebagai Perilaku, Tjosfold (dalam Champoux, 1996 : 295), memandang Konflik dalam organisasi sebagai perilaku yg berlawanan dan bertentangan.
4. Sebagai Hubungan, Martinez dan Fule (2000 : 274) menyatakan konflik adalah suatu hubungan yang terjadi antara dua orang, kelompok, organisasi maupun golongan.
5. Sebagai Situasi, Nelson dan Quick (1997 : 178) melihat konflik sebagai suatu situasi dimana tujuan, sikap, emosi dan tingkah laku yang bertentangan menimbulkan oposisi dan sengketa antara dua kelompok atau lebih.

Kesimpulan yang dapat ditarik dari berbagai pendapat di atas, ialah bahwa konflik adalah suatu proses yang bermula dari konflik laten (terpendam). Jika tidak diselesaikan akan berkembang dan membahayakan organisasi. Kemudian, Konflik juga adalah suatu perilaku beroposisi. Artinya, orang yang terlibat konflik akan melakukan hal-hal yang menentang atau menghalangi usaha lawan. Terakhir, Konflik adalah suatu hubungan yang selalu terjadi pada setiap manusia selama dia melakukan hubungan.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konflik ialah sebagai berikut:
a.    Komunikasi
Komunikasi memang sesuatu hal yang harus dioerhatikan dalam berorganisasi. Tanpa adanya suatu komunikasi, suatu organisasi akan hancur. Oleh karena iu, kita harus terus menjaga komunikasi dengan sesama anggota dalam berorganisasi.
b.    Struktur
Struktur dalam hal ini dimaksudakan sebagai pembagian tugas kerja berdasarkan jabatan yang dimiliki atau ditanggung oleh tiap individu dalam organisasi. Jika tidak terdapat struktur atau pemetaan tugas dan kewajiban yang jelas. Buka tidak mungkin suatu Organisasi akan hancur karenanya.
c.    Kepentingan Pribadi
Kepentingan Pribadi merupakan salah satu faktor penting dalam timbulnya suatu konflik dalam organisasi. Seseorang yang sudah mementingkan kepentingan pribadi dibandingkan kepentingan bersama atau organisasi. Lambat laun akan merusak dan menimbulkan konflik dalam Organisasi tersebut.
Namun dari beberapa faktor di atas, menurut beberapa ahli. Faktor lain yang tidak kalah penting yang menjadi faktor dalam timbulnya suatu konflik dalam Organisasi ialah sebagai berikut
a.    Ketidak jelasan peran dalam organisasi
b.    Persaingan terhadap sumberdaya yang terbatas
c.    Permasalahan komunikasi
d.    Konflik yang bercabang, dsb.

  KONFLIK BERORGANISASI.

Diantara konflik yag terjadi, dapat dikatakan konflik berorganisasi adalah salah satu yang terrumit, karena melibatkan banyak pihak dengan pengertiannya masing-masing. Konflik dalam berorganisasi tidak dapat dihilagkan namun juga tidak dapat dibiarkan, yang bisa dilakukan adalah mencar ijalan keluar dengan jalan damai bukan dengan kekerasan, melalui berbagai macam cara agar konflik yang terjadi tidak bermanifestasi menjadi tindakan fisik yang merugikan dan menghancurkan. Yang tentunya merugikan banyak pihak.
Bila konflik dikelola secara konstruktif dapat berguna untuk pembelajaran (learning), pertumbuhan (growth), perubahan (change), dan hubungan-hubungan (relationships). Namun bila tidak dikelola dengan baik, akan menjadi penghambat bahkan penghancur sebuah kegiatan organisasi.
Dalam menanggapi konflik ini ada beberapa pandangan mengenai konflik diantaranya :

1. Pandangan Tradisional (the traditional view). Pandangan ini berasumsi bahwa semua konflik berkonotasi negative, dan berbahaya bagi pencapaian tujuan organisasi. Sebab, konflik menghalangi koordinasi dan kerja sama tim untuk mencapai tujuan.
2. Pandangan aliran hubungan kamanusiaan (the human relations view). Pandangan ini menganggap bahwa konflik adalah hal biasa dalam interaksi antara individu dan kelompok dalam organisasi, yang adakalanya berguna bagi organisasi. Di sini, konflik mengangkat kinerja kelompok.
3. Pandangan Interaksionis (the interctionist view). Menurut pandangan ini, konflik bisa dimanfaatkan untuk kemajuan organisasi. Sebab, tanpa konflik, organisasi akan statis, apatis dan tidak tanggap pada kebutuhan pegawai, bahkan tidak termotivasi melakukan evaluasi diri dan inovasi. Karenanya, peran manajer perlu diaktifkan untuk membuat konflik yang terarah dan harmonis, sehingga merangsang semangat dan kreativitas kelompok.

CARA PENYELESAIAN KONFLIK.

Penyelesaian konflik dalam berorganisasi tidaklah mudah tetapi kita juga tidak boleh menyerah, masih ada kiat-kiat yang dapat kita lakukan. Berikut dapat penulis tuliskan beberapa cara yang dapat digunakan dalam penyelesasian konflik. Dari cara penyelesaian konflik ini penulis bagi menjadi 2 macam cara yaitu cara yang baik dan cara yang kurang baik, diantaranya :
1.    cara yang baik/terpuji.
2.   Sifat terbuka dan ksatria, berani menerima masukan dan kritikan.
3.   Sifat lapang dada atau legowo berani menerima kenyataan.
4.   Tidak mengedepankan emosi tetapi akal sehat.sesuai dengan hukum yang berlaku.
5.   Membicarakan konflik jangan hanya dipendam dihati.
6.   Mengedepankan wacana bukan aksi fisik yang anarkis.
7.   Berpikiran positif. Ingat konflik memang dapat menghancurkan tetapi juga dapat menyatukan.
8.   Musyawarah , jikalau melibatkan banyak orang.
9.   Adanya mediasi untuk menyalurkan inspirasi, seperti rapat dengar pendapat dll.
10.                Cara yang kurang terpuji/ tidak baik. (Cara ini dikatakan tidak baik karena walaupun cara seperti ini dapat menyelesaikan konflik tetapi sesungguhnya itu bukanlah menyelesaikan, tetapi hanya membodohi, ingat politik Belanda saat menjajah tanah air…?),diantaranya :
1.    Meggunakan suap berupa apapun untuk menyelesaikan konflik.
2.   Menggunakan hak penekanan wewenang atau memaksa dengan menggunakan wewenang.



Tidak ada komentar: